JESSIE

This blog contain my Kookmin Alternate Universe(s).

26th June 2022

HEALING

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge.

Hari pertama berada di Seoul, Jimin memilih beristirahat di kamarnya karena mengalami jet lag. Untung saja jet lag yang dideritanya tak berlangsung lama, sehingga keesokan harinya ia bisa keluar untuk melakukan reuni bersama beberapa sahabatnya.

“Kok rapi banget mau ke mana, nak?”

Jimin menghentikan langkahnya ketika mendengar pertanyaan ibunya. “Mau ke club sama teman-teman untuk melepas penat,” jawabnya sembari merapikan leather jacket hitam yang dikenakannya.

“Udah pamit sama Corbyn belum?” Kali ini ayahnya yang melayangkan pertanyaan.

“Papa, yang bener aja. Astaga.” Jimin mendesah kesal atas pertanyaan ayahnya.

“Bukan gitu, Ji. Nanti kalau dia bangun tidur terus nyariin—”

“Bilang kalau aku lagi sibuk ada acara penting ke luar, mama. Beres ’kan?”

“Jimin, anak kamu itu masih belum terbiasa di sini. Pasti rewel dan pengen sama kamu terus. Pergi ke club bisa minggu minggu berikutnya ’kan?”

“Bukannya ada mama, papa, sama suster yang bisa nenangin dia kalo nangis. Masa mau healing aja gak boleh sih? Ya Tuhan.”

“Kalau kamu gak bisa bertanggung jawab sebagai orang tua, seharusnya kamu gak—”

“Papa, udah. Gak usah debat malam-malam. Ya udah biarin Jimin pergi. Nanti kita tenangin Corbyn kalau bangun. Dia juga butuh hiburan setelah suntuk ngurus ini itu.” Ibu Park memotong perkataan suaminya untuk membela putranya.

“Apalagi setelah ngurus Corbyn yang rewel karena jet lag juga. Udah, biarin aja dia seneng-seneng melepas penat.”

“Ya udah berangkat sana. Ingat, hati-hati dan jangan pulang pagi.” Ibu Park menyuruh Jimin untuk segera berangkat.

“Pa, Ma, aku pergi dulu.” Tanpa berlama-lama, Jimin segera keluar dari rumahnya untuk pergi ke kelab malam.

“Hah. Bela aja terus, ma.” Ayah Park melayangkan kemarahannya pada istrinya.

“Mama selalu aja memanjakan dia, membebaskan dia melakukan apapun. Sekarang jadi gitu anaknya. Gak ada tanggung jawabnya sama sekali.”

“Gak tanggung jawab gimana, pa? Jimin udah jadi orang tua yang sangat bertanggung jawab untuk anaknya. Memang kelihatannya gitu, tapi nyatanya dia sangat sayang sama anaknya.”

“Sayang? Sayang dilihat dari man—”

“Halah! Papa tuh gak tau apa-apa. Mama yang paling ngerti Jimin bagaimana. Udah lah, mama males debat sama papa malem-malem gini.” Ibu Park segera meninggalkan ruang santai keluarga untuk menuju ke kamar Jimin karena di sana ada Corbyn yang masih terlelap.

“Gak ibu, gak anak, sama aja!” Ayah Park mendengus kesal karena perlilaku istri dan putranya. “Tapi aku juga gak ada bedanya sama mereka,” batinnya kemudian, merasa bersalah karena ia sebagai kepala keluarga juga membenarkan perilaku dua orang tersayangnya itu.

To be continue...
7th February 2022

SORRY

Bagian dari alternate universe Please, Love Me

Biasanya Jeongguk akan menjemput Jimin dan Charlotte untuk berangkat bersama ketika ada acara, namun kali ini tidak. Musisi bermarga Jeon itu memilih berangkat sendiri dan menemui Charlotte di sekolah. Ia sadar, tidak seharusnya bertingkah seperti ini untuk menghindari Jimin, namun tak dapat dipungkiri bahwa hatinya masih terasa sakit jika mengingat luka yang diberikan si model Park.

Setibanya di sekolah, Jeongguk segera memeluk erat putri semata wayangnya. Ia mencoba mengatur ekspresinya agar terlihat seperti biasa agar putrinya itu tak curiga. Pun, Jimin tetap bersikap biasa saja seakan tak terjadi apa-apa antara dia dan Jeongguk.

Jimin dan Jeongguk diminta duduk bersebelahan di barisan paling depan, mengingat mereka adalah salah satu selebritis terkenal di Amerika Serikat. Mengenai Charlotte, anak yang akan berumur enam tahun itu sudah berkumpul bersama teman-temannya untuk bersiap melalukan paduan suara.

“Daddy, Papi!” Charlotte menggerakkan mulutnya tanpa suara dengan tangan yang melambai ke arah orang tuanya. Anak itu sedang bersiap untuk naik ke panggung.

“Cheer up, princess!” Jeongguk berkata tanpa suara dengan tangan yang mengepal ke atas sebagai kode untuk memberikan semangat. Sementara Jimin tersenyum manis dan mengangguk kecil ke arah putrinya.

Charlotte bersama teman-temannya naik ke panggung, kemudian menyanyikan lagu yang diajarkan oleh guru. Para wali murid dan guru bersorak sembari bertepuk tangan untuk mereka, tak terkecuali Jeongguk.

“Charlotte! Well done, princess! Good job, baby!” teriak Jeongguk saat Charlotte sudah tampil dan turun dari panggung. Sepersekian detik kemudian, Jeongguk menyadari melalui ekor matanya bahwa Jimin tak seceria biasanya. Wajah Jimin terlihat lesu, padahal pria Park itu selalu ceria jika menyangkut Charlotte.

Jeongguk memilih menggeleng kecil, ia tak mau ambil pusing mengenai keadaan Jimin, pun enggan untuk bertanya. Mungkin saja Jimin hanya sedang lelah, pikir Jeongguk.

“Daddy, papi!” Charlotte memekik ceria kala menghampiri Jeongguk dan Jimin.

“Yes, my princess!” Jeongguk mengangkat tubuh Charlotte, kemudian membawa putrinya itu agar duduk di pangkuannya untuk mengikuti acara yang sebentar lagi selesai.

“Papi, gimana penampilan Charlotte?” tanya Charlotte pada Jimin.

Jimin tersenyum, ia membawa tangannya untuk mengelus wajah Charlotte. “Well done, baby,” responnya. “Anak papi emang paling cantik. Paling hebat,” lanjutnya yang membuat Charlotte tersenyum.

“And you, dad. What do you think about my performance?”

“Like i said before, good job, baby.” Jeongguk mengelus surai Charlotte sembari menghujani kecupan di wajah putrinya. Charlotte memekik riang usai mendengar pujian dari orang tuanya.

Beberapa puluh menit kemudian, acara telah usai. Jeongguk, Charlotte, dan Jimin segera berjalan keluar dari gedung untuk bersiap pulang.

“Malam ini bobo bertiga yuk? Udah lama kita gak bobo bertiga.” Charlotte mengutarakan keinginannya.

“Bole—” Jimin tak dapat menyelesaikan perkataannya kala Jeongguk mendahului.

“Princess, daddy lagi sibuk banget. Maaf ya, gak bisa.”

“Yahhh, dad. Charlotte kangen sama daddy. Udah lama gak bobo sama daddy.” Charlotte menekuk bibirnya sembari menunjukkan ekspresi sedihnya kepada Jeongguk yang menggendongnya.

“Sayang, daddy sibuk banget. Gak bisa bobo bertiga.”

“Daddy ke studio? Charlotte ikut daddy aja ke studio. Lagian besok libur. Charlotte kangeeeennn banget sama daddy.”

Jeongguk menghela nafas, sebenarnya ia sendiri juga merindukan momen untuk bersama Charlotte.

“Oke, Charlotte malam ini sama daddy ya. Pulang ke rumah daddy. Bobo berdua. Oke?”

“Kok berdua? Gak sama papi, dad?”

“Jade, bawa Charlotte ke mobil duluan.” Jimin sudah geram. Ia menarik tubuh Charlotte dari gendongan Jeongguk secara paksa, kemudian memberikannya pada Jade.

“Charlotte, ikut Jade sama Roseanne dulu ya. Papi mau ngomong penting sama daddy,” ucap Jimin pada Charlotte yang mengangguk pelan dengan wajah bingung. Jade—disusul Roseanne—pun segera menggendong Charlotte untuk pergi lebih dulu sesuai perintah Jimin.

“Stop being childish, Justin!” Jimin sedikit membentak ketika di sekitarnya dan Justin sudah sepi.

“Please act normal in front of Charlotte, can’t you?”

Kedua tangan Jimin mengepal erat lantaran Jeongguk hanya diam bahkan enggan menatapnya.

“Mau kamu apa sih? Kamu mau aku minta maaf masalah di The Forum? Oke, aku minta maaf. Udah. Jangan memperbesar masalah. Jangan sampai Charlotte ngerasa aneh. Bisa gak?”

“Jeongguk, jawab aku!” Jimin berteriak marah karena Jeongguk justru kembali melangkahkan kaki, benar-benar mengabaikannya.

“Justin Jeon!” Jimin sudah murka karena tak diacuhkan oleh Jeongguk. Ia berlari kecil untuk menghadang langkah Jeongguk, kemudian melayangkan satu tamparan keras di pipi ayah dari anaknya tersebut.

Fucking answer me! Jangan diam aja! Aku ngajak kamu ngomong, Jeongguk!”

Sayangnya Jimin harus masih dibuat murka karena Jeongguk masih diam, alih-alih kembali melangkahkan kaki untuk pergi dengan langkah lebih cepat.

Dada Jimin kembang-kempis, ia mencoba mengontrol emosinya agar tak mengundang perhatian publik. Rahangnya mengeras, sangat marah karena Jeongguk yang tak mau meresponnya sama sekali. Ia berjalan untuk mengejar langkah Jeongguk sampai akhirnya mereka tiba di parkiran mobil.

“Bilang ke dia, Charlotte gue bawa nginep di rumah gue,” ucap Justin pada Jade, meskipun begitu Jimin bisa mendengar.

“U-uh? Tapi papi—”

“Charlotte malam ini sama daddy.” Jeongguk berucap tegas. Tanpa berpamitan pada Jimin, Jeongguk segera masuk ke dalam mobil, tak memerdulikan Charlotte yang merengek karena berpisah dengan papinya.

“Christian, kenapa lo diem aja?” Jade bertanya pada Jimin yang tak merespon apapun mengenai kepergian Charlotte bersama Jeongguk.

“Gue capek, Jade.”

Jade menghela nafas secara kasar, tangannya bergerak untuk mengelus punggung Jimin. “Ya udah, ayo pulang. Lo harus istirahat. Tadi pagi lo muntah-muntah parah banget soalnya.”

Jade segera menuntun Jimin untuk masuk ke dalam mobil dan pulang.

☆ ☆ ☆

Selama perjalanan pulang, Charlotte terlihat sangat murung dan hanya diam. Jeongguk menghembuskan nafasnya secara kasar, kemudian membawa Charlotte duduk ke pangkuannya.

“Maafin daddy, ya? Daddy gak bisa ajak papi—”

“D-dad, what happen between you and papi?” tanya Charlotte dengan nada yang bergetar sebab air matanya telah berjatuhan. “Bertengkar lagi, ya?” tanyanya lagi.

Lidah Jeongguk terasa kelu, sehingga ia tak sanggup menjawab pertanyaan Charlotte, alih-alih memberikan pelukan erat pada putrinya tersebut. Ia menggerakkan tangannya untuk mengelus punggung Charlotte yang tengah terisak.

Ini bukanlah pertama kalinya Charlotte menangisi keadaan orang tuanya di hadapan Jeongguk.

Ya, tanpa Jimin ketahui, Charlotte sering melihatnya bertengkar bersama Jeongguk. Charlotte pun hanya berani bertanya pada Jeongguk lantaran anak kecil itu berpikir bahwa memang Jimin bersalah berdasarkan percakapan pertengkaran orang tuanya yang didengarnya. Meskipun begitu, Charlotte tetap menyayangi Jimin dan selalu ingin bersama papinya tersebut.

“Daddy, Charlotte sedih. Kenapa kita kayak gini? Charlotte iri sama keluarganya James yang selalu bersama dan bahagia.”

Jeongguk menggigit bibirnya, berusaha keras untuk menahan isakannya. Tangannya tak henti untuk mengelus punggung si kecil. “Maafin daddy, ya? Daddy salah. Maafin daddy.”

Charlotte menggeleng, kedua tangan kecilnya terangkat untuk menangkup wajah ayahnya.

“Enggak. Daddy gak salah. Daddy gak salah. Daddy jangan nangis.” Charlotte menghapus air mata yang mengalir di wajah ayahnya.

Tangisan Jeongguk semakin pecah usai mendapatkan perlakuan manis dari Charlotte. Ia tak sanggup berkata-kata, sehingga hanya bisa memeluk erat tubuh mungil putrinya. Keduanya berpelukan dan terisak dalam diam. Tentunya membuat Roseanne serta supir di depan ikut sedih mendengarkan isakan ayah dan anak di kursi belakang.

Bersambung...
3rd February 2022

SLEEP OVER

Bagian dari alternate universe Please, Love Me by bcnxkm

Sesuai perkiraan cuaca, malam ini San Fransisco dan sekitarnya dilanda badai salju. Sehingga Jimin dan Charlotte terpaksa menginap di rumah kedua orang tua Jeongguk. Sebenarnya Jimin merasa kurang nyaman jika menginap, apalagi satu kamar dengan Jeongguk—mengingat kamar lainnya penuh karena anggota keluarga Jeon yang cukup banyak. Namun apa boleh buat, selama Charlotte senang, maka ia akan melakukannya, pun memang cuaca tidak memperbolehkannya untuk melakukan perjalanan pulang.

Berbeda dengan Jimin yang merasa tak nyaman, justru Jeongguk diselimuti kebahagiaan. Musisi bermarga Jeon itu senang bukan main karena bisa kembali bermalam bersama Jimin dan Charlotte, terlebih di suasana malam Lunar New Year seperti saat ini. Sekarang keduanya sudah berada di dalam kamar untuk bersiap tidur, setelah bercengkerama dengan keluarga.

“Maaf ya. Tadi keluargaku bahas masalah pernikahan lagi.” Jeongguk membuka obrolan saat ia, Charlotte—yang sudah terlelap—dan Jimin berada di dalam kamar.

Senyuman tipis dan anggukan kecil dari Jimin menjadi jawaban. “Udah biasa. Emang gak bisa menghindari pertanyaan itu. Gak usah minta maaf.” Jimin merespon sembari menarik selimut untuk menyelimuti tubuhnya, kemudian mulai berbaring di samping Charlotte.

Jeongguk tersenyum tipis, tengkuknya yang tak terasa gatal sama sekali mulai ia garuk lantaran suasananya canggung. Sebenarnya Jeongguk ingin sekali mengelus perut Jimin karena sejak pria Park itu mengandung anak kedua, ia belum pernah melakukannya. Namun ia tak punya nyali lebih untuk meminta izin pada Jimin.

“Justin?”

Panggilan Jimin membuat lamunan Jeongguk yang berperang batin menjadi buyar. “I-iya? Kenapa, Christ?” tanyanya.

“Aku dari tadi minta tolong kamu buat matiin lampu utama, tapi kamu diem aja.”

“Oh, maaf maaf. Aku gak denger.” Jeongguk beranjak untuk turun dari kasur, kemudian mematikan lampu utama kamar, menyisakan lampu tidur yang menyala.

“Aku tidur di luar aja biar kamu tidurnya nyenyak—”

“Maaf.”

No worries. Kalo gitu aku keluar—”

“Maaf karena kamu harus tahu kehamilanku dari media.” Jimin akhirnya menurunkan egonya untuk meminta maaf perihal tak memberi tahu Jeongguk terlebih dahulu ketika ia dinyatakan hamil.

“Waktu itu aku malu sama kamu. Aku ngerasa canggung ngasih tahu kamu karena emang aku yang mulai duluan saat malam itu.” Jimin kembali melanjutkan ucapannya.

Jeongguk terdiam saat usai mendengar permintamaafan yang keluar dari belah bibir Jimin, namun senyum tipisnya mengembang. “Iya, aku maafin kok,” responnya.

“Tapi lain kali jangan kayak gitu lagi ya, Ji? Gimanapun juga aku ayahnya anak-anak. Aku berhak tahu keadaan mereka apalagi adek yang masih ada di dalam perut.”

Jimin memberikan anggukan untuk merespon perkataan Jeongguk. “Iya,” ucapnya singkat.

“Oke kalo gitu, aku kelu—”

“Kamu mau tidur di mana kalo gak di sini? Cuacanya dingin banget. Jangan aneh-aneh.” Jimin memotong perkataan Jeongguk untuk yang ke sekian kalinya.

“Gak apa-apa aku tidur di sini?”

“Gak apa-apa kok.”

“Oke.” Jeongguk kembali merangkak ke atas kasur secara perlahan agar tak mengusik tidur lelap putrinya yang memeluk Jimin.

“J-jimin?”

“Hm?”

“Boleh aku elus-elus perut kamu?” Jeongguk memilih memberanikan diri untuk mengutarakan keinginannya agar nanti ia bisa tidur nyenyak. “Aku pengen banget elus adek,” imbuhnya.

Jimin tak bersuara, alih-alih memosisikan tubuhnya untuk setengah berbaring dan menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Berikutnya, ia menepuk pelan perutnya, memberikan kode bagi Jeongguk untuk melakukan hal yang diinginkannya.

Senyuman Jeongguk melebar, akhirnya ia mendekat pada Jimin secara perlahan. Saat sudah dekat dengan posisi duduk, tangannya segera mengelus perut Jimin yang terlapisi sweater.

“Kata dokter, usianya baru enam minggu,” ucap Jimin, setengah tersenyum karena telapak tangan Jeongguk yang mengelus perutnya memberikan efek lebih hangat.

“Hm. I guess the baby is a boy.”

“Waktu aku hamil Charlotte, kamu nebak perempuan dan bener. Mungkin kali ini tebakanmu juga bener.”

“Kalo beneran cowok, aku kasih nama Charless. Nama Korea-nya Jeongmin.”

Kening Jeongguk mengernyit kala mendengar tawaan Jimin. “Kenapa ketawa? Apanya yang lucu?” tanyanya.

“Kamu tuh. Nama Korea anak kita masa tinggal dibalik-balik. Kakaknya Minjeong, adeknya Jeongmin. Kurang kreatif,” ucap Jimin diiringi kekehan.

“Gak apa-apa dong. ‘Kan emang anaknya Jimin dan Jeongguk, namanya diambil singkatan nama orang tuanya aja.”

“Iya deh. Terserah kamu aja.”

Senyuman Jeongguk kembali mengembang. Berikutnya, ia menundukkan kepala untuk berhadapan pada perut Jimin.

“Kamu kalo mau cium—” Jimin menghentikan perkataannya kala mendengar Jeongguk yang mulai membuka suara. Sebenarnya Jimin akan mengatakan agar Jeongguk menyibak sweaternya kala pria Jeon itu menundukkan kepala di depan perutnya. Ia berpikir bahwa Jeongguk akan mencium perutnya, ternyata dugaannya salah.

“Adek, baik-baik di dalam perut papi, ya. Kalo pagi, siang, dan sore boleh main-main sampe capek, tapi kalo malem harus berhenti mainnya karena papi harus istirahat. Pokoknya jangan bikin papi kesusahan ya, jangan rewel. Adek harus jadi anak baik. Daddy and papi loves you, adek.”

Jeongguk berucap panjang dengan nada berbisik tepat di depan perut Jimin yang belum terlalu buncit. Ia mengucapkan kata main dalam artian bayi yang suka menendang dan berpindah posisi saat di dalam.

Senyuman hangat terpatri di wajah Jimin. Ia memilih menyibakkan sweater yang dikenakannya hingga permukaan kulitnya terpampang. “Give him a kiss,” ucapnya pada Jeongguk.

Tanpa berbasa-basi, Jeongguk segera mengambil kesempatan emas yang diberikan Jimin untuknya. Ia menggerakkan bibirnya untuk memberikan kecupan kupu-kupu di perut Jimin. Sebelum menyudahi itu, ia memberikan satu kecupan yang lama dan hangat di perut Jimin.

Thanks, Christian.”

You are welcome, Justin.”

“Kamu pasti udah ngantuk banget karena dari tadi nguap terus.”

“Iya, aku udah ngantuk banget.”

“Hm oke kalo gitu. Have a nice dream and good night, Jimin.”

You too. Good night, Jeongguk.”

Jimin segera membaringkan tubuhnya, sementara Jeongguk juga kembali di posisinya seperti semula. Mereka pun memejamkan mata untuk pergi ke alam mimpi dengan posisi sama-sama memeluk Charlotte yang ada di tengah.

“Jimin, aku harap momen kayak gini selalu ada di antara kita. Aku harap gak ada pertengkaran lagi di antara kita. Gak apa-apa kalo kamu gak mau nikah, asalkan biarin aku selalu di samping kamu,” batin Jeongguk sebelum ia benar-benar terlelap.

Bersambung...
12th January 2022

MGKB: Tukang Gombal

Bagian narasi dari AU Maba Galak & Komdis Bucin

Setelah mendapatkan pesan dari Mingyu, Jimin bergegas turun dari lantai tiga perpustakaan untuk menuju ke kantin fakultas tetangga. Ia menggerutu sebal mengingat laporan mengenai Jungkook yang katanya sedang melayangkan berbagai gombalan pada mahasiswa baru di kantin.

Hanya butuh waktu kurang dari lima menit bagi Jimin untuk berjalan menuju ke kantin. Sesampainya di tempat tujuan, ia tersenyum tipis saat melihat kebenaran mengenai Jungkook yang sedang berbicara pada sekelompok mahasiswa baru sembari tersenyum. Jimin sangat tahu, itu adalah ekspresi khas Jungkook ketika sedang merayu.

Jimin berjalan pelan, kemudian berdiri tepat di belakang Jungkook yang duduk di kursi kantin. Di seberang kursi terdapat Rose, Mingyu, dan Jaehyun, tentu saja mereka hanya diam saat mengetahui kedatangan Jimin, tak mau repot memberi tahu Jungkook.

“Lu bertiga ngapain cekikikan gak jelas?”

Jungkook melayangkan pertanyaan pada ketiga sahabatnya yang tertawa bersama, itu membuatnya merasa curiga.

“Enggak, bro. Gombalan-gombalan lo keren banget dah,” respon Jaehyun sembari mengacungkan dua jempol.

“Iya lah, gue. Udah ganteng, naklukin siapapun juga gampang.” Jungkook membanggakan dirinya.

“Emang gue nih kayaknya perlu berguru ke elo deh, bro.” Kali ini Mingyu berucap.

“Gue bilang juga apa. Kalo bikin cewek sama uke klepek-klepek sih gue ahlinya.”

Lagi, Jungkook menyombongkan dirinya, tanpa tahu bahwa seseorang di belakangnya sedang bersedekap dada dan menatapnya jengah.

“Lo gombalin maba begini, gak takut ketahuan dek Jimin?” tanya Rose.

“Santai aja gue. Dia tadi bilang lagi nugas di perpus,” jawab Jungkook sangat santai.

“Udah ah, lu bertiga ganggu aja. Makan-makan sono.” Akhirnya Jungkook kembali menghadap pada bangku sebelah, tempat duduk beberapa mahasiswa baru yang dirayunya.

“Beomgyu.” Jungkook kembali memanggil seorang mahasiswa baru yang berambut sepundak—yang baru ia kenal beberapa menit lalu.

“Iya, mas?” Beomgyu adalah mahasiswa baru di Fakultas Ilmu Budaya, sehingga kemungkinan besar ia tak mengetahui fakta bahwa Jimin merupakan kekasih Jungkook.

Pronoun kamu tuh apa sih?”

“Ya he dong. ‘Kan aku cowok, mas.”

“Oh. Ya soalnya aku perlu tahu, biar gak salah nyebut. Takutnya aku salah sebut pake pronoun mine ke kamu.”

“WOI BISA AJA.”

Ketiga teman Jungkook dan mahasiswa lainnya di kantin itu bersorak usai mendengar gombalan si ketua komisi disiplin UFO tahun ini.

Jungkook tersenyum sombong sembari menaikkan sebelah alisnya. “Gimana? Keren ‘kan gue?”

“Iya, keren banget.”

“Ya iya lah. Jeon Jungkook.” Lagi, Jungkook membanggakan dirinya, tanpa menyadari bahwa yang menyahutinya tadi adalah suara Jimin.

“Iya, saking kerennya sampe bikin gue pengen jewer kuping lo sampe putus.” Kesabaran Jimin sudah habis, ia segera menggerakkan tangannya untuk menjewer sebelah telinga Jungkook.

“B-by? Aww!” Jungkook mengaduh saat merasakan sebelah telinganya dijewer oleh Jimin.

“By, sejak kapan kamu di sini? Katanya nugas lama di perpus? Aduh, by. Jangan kenceng-kenceng jewernya aduh.”

Mahasiswa di sekitar hanya bisa menertawakan Jungkook yang dipergoki oleh Jimin.

“By, aku bercanda doang. Hueee.”

“Bercanda bercanda apaan? Itu anak orang lo bikin baper. Tuh lihat, wajahnya merah tuh!”

Jimin memekik sebal, namun segera melepaskan jewerannya karena Jungkook mengaduh kesakitan, pun telinganya memerah.

“Sumpah, aku iseng doang, By.” Jungkook merengek sembari meraih kedua tangan Jimin untuk dipegang.

Jimin menepis tangan Jungkook, ia beralih memukul bertubi-tubi lengan kekasihnya itu. “Keisengan lo gak bagus banget, sialan.”

“Dek, itu anak dari dulu emang gitu suka gombalin siapa aja dek. Tabok aja tabok,” ucap Rose mengompori.

“Emang dasar buaya nih orang.” Jimin melayangkan geplakan berkali-kali pada dada Jungkook.

“Aduh, by. Ampun dong,” rengek Jungkook. “Gini gini cuma kamu doang yang aku cinta loh, by. Kalo gombalin lain tuh aku iseng doang, sumpah,” lanjutnya membela diri.

“Cinta cinta tai meong? Kalo beneran cinta, gak perlu gombalin orang lain gitu!”

“Namanya juga bercanda doang, By. Sumpah, iseng doang. Sumpah gak macem-macem, serius. I swear. Maafin, please?” Jungkook meminta maaf sembari mengedipkan kedua matanya, memberikan tatapan puppy eyes.

“Gak usah bercanda-bercanda kayak gitu lagi!”

“Iya baby, siap!” Jungkook segera bersikap hormat pada Jimin. “Berarti dimaafin ya ini aku?” tanyanya sembari menaik-turunkan sebelah alisnya, tentu saja dengan senyum kemenangan yang mengembang.

“Mas, mbak. Tolong kalo Jungkook gombalin anak lain lagi, langsung jewer atau pukul aja kepalanya,” pinta Jimin pada Rose, Mingyu, dan Jaehyun. Ketiganya pun mengangguki permintaan Jimin dan bersorak “Siap dek!”

Jungkook meringis malu sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Dan lo lo semua yang digombalin sama Jungkook tuh cuekin aja. Dia buaya.” Kali ini Jimin memberikan peringatan pada mahasiswa di sekitar. Suasana di sekitar dipenuhi dengan tawaan, akhirnya si tukang gombal dari FISIP bisa mati kutu karena mahasiswa baru yang galak.

“Tenang aja, By. Setelah ini aku tobat. Swear!” Jungkook meringis.

“Woi denger semuanya, nih gue beneran tobat nih gak gombal-gombal lagi. Cuma Jimin yang gue cinta—Eh, by. Kamu mau ke mana?”

Jungkook berlari kecil mengikuti langkah Jimin yang ingin meninggalkan kantin.

“Mau balik perpus, nugas!”

“Aku ikut ya—”

“Gak usah!”

“Yah, By. Katanya aku dimaafin?”

“Bukan berarti gue gak marah ya!”

“Iya deh marah gak apa-apa. Tapi jangan lama-lama ya?”

“Diem, sana balik sama temen-temen lo.”

“Beneran nih gak apa-apa?”

“Gak apa-apa, tapi jangan GOMBALIN orang dong! Sayang ih!”

“Iya, siap. Janji, enggak kok, By.”

Jimin mendengus pelan, kemudian segera keluar dari kantin.

Baby, i love you. Nanti pulang bareng ya! Nanti kalo udah selesai nugasnya, hubungin akuu!” teriak Jungkook pada kekasihnya yang semakin jauh dari kantin.

Setelah itu Jungkook kembali ke bangku kantin, kemudian memukul satu-persatu kepala ketiga sahabatnya. “Dasar lu bertiga cepu banget ya, anjing. Untung Jimin gak pernah mutusin gue perkara ginian doang,” gerutunya. Sementara yang dipukul hanya tertawa.


Bersambung....

Ya memang ini tidak jelas kawan, mon maap :D

22nd July 2021

FRIENDS

by @bcnxkm

Saat tadi pingsan setelah melihat Jungkook dan Taehyung yang baku hantam, Jimin segera dilarikan Eunwoo ke rumah sakit terdekat. Kebetulan, Eunwoo tadinya berniat ingin mengajak Jimin berbicara empat mata, namun ternyata ada kejadian buruk yang tak dibayangkannya sama sekali.

Keadaan Jimin cukup membaik setelah mendapatkan pertolongan pertama. Nafasnya kian teratur meskipun badannya demam, bahkan kepalanya masih terasa pusing. Punggung tangan kirinya juga sudah tertancap jarum infus.

“Gue tahu keadaan lo lagi gak baik-baik aja. Jadi, sekarang rileks-in pikiran lo. Jangan pikirin hal-hal yg gak pantes lo pikirin.” Eunwoo sudah duduk di samping ranjang dimana Jimin sedang setengah berbaring.

“Gue emang lagi pusing, tapi gue pengen selesaiin semuanya,” ucap Jimin yang mengundang kerutan di kening Eunwoo. “Kebetulan lo di sini, jadi gue mau ngomong maaf. Maaf karena gue gak bisa balas perasaan lo. Gue udah sadar lama, tapi nyoba biasa aja. Terus waktu Jungkook cerita masalah perasaan lo ke gue, dia minta gue buat bicara empat mata sama lo. Jadi ya…gini respon gue,” lanjutnya dengan tatapannya tertuju pada kedua netra pria Cha di sampingnya.

Suasana yang tak ingin Eunwoo rasakan akhirnya terjadi. Rasanya canggung sekali jika membahas hal yang menurutnya sensitif. Ya, mengenai persahabatan yang berujung baper benar-benar sensitif dan ia yakin suasananya nanti tak akan lagi sama seperti sebelumnya. “Maaf,” lirihnya dengan menundukkan kepala. “Maaf karena gue baper,” imbuhnya.

Jimin meloloskan kekehan kecil dari belah bibirnya. “Lo gak salah, Woo. Sama sekali gak ada salahnya. Itu perasaan lo dan lo berhak ngerasain itu,” balasnya santai.

“Justru gue yang merasa bersalah karena gak bisa bales—”

“Berarti gak ada yang salah di antara kita, Ji.” Eunwoo mendongakkan kepala, buru-buru memotong perkataan Jimin. “Berarti kita memang berhak dengan perasaan kita. Gue yang suka sama lo dan lo yang gak bisa bales perasaan ke gue karena lo emang gak ngerasaain apa-apa.” Dokter Cha itu kembali berkata.

Jimin mengangguk kecil, “Bener juga.” Jari telunjuknya ia angkat untuk mendorong dahi Eunwoo ke belakang. “Bener juga, kita gak salah. Tapi kita masih temenan ’kan, Woo? Jangan sampe canggung ya? Gue yakin, ntar lo pasti bisa move on ke orang yang lebih baik buat lo,” ucapnya dengan nada yang mulai ceria. Ia tak ingin jika hubungan persahabatannya dengan Eunwoo berakhir canggung hanya karena perasaan cinta yang bertepuk sebelah tangan.

“Iya, tenang aja, Ji. Ini gak akan bikin persahabatan kita renggang kok.” Eunwoo merespon sembari memberikan anggukan setuju dengan perkataan Jimin sebelumnya. “Gue bakal move on. Tenang aja ya, gue gak akan cari beribu cara buat maksain perasaan karena cinta gak boleh maksa,” sambungnya.

Good boy.” Jimin mulai melayangkan pukulan ke lengan Eunwoo seperti biasanya. Suasana di ruang kamar inap itu akhirnya menghangat karena keduanya kembali berbicara santai seperti biasanya.


Bersambung…