SLEEP OVER
Bagian dari alternate universe Please, Love Me by bcnxkm
Sesuai perkiraan cuaca, malam ini San Fransisco dan sekitarnya dilanda badai salju. Sehingga Jimin dan Charlotte terpaksa menginap di rumah kedua orang tua Jeongguk. Sebenarnya Jimin merasa kurang nyaman jika menginap, apalagi satu kamar dengan Jeongguk—mengingat kamar lainnya penuh karena anggota keluarga Jeon yang cukup banyak. Namun apa boleh buat, selama Charlotte senang, maka ia akan melakukannya, pun memang cuaca tidak memperbolehkannya untuk melakukan perjalanan pulang.
Berbeda dengan Jimin yang merasa tak nyaman, justru Jeongguk diselimuti kebahagiaan. Musisi bermarga Jeon itu senang bukan main karena bisa kembali bermalam bersama Jimin dan Charlotte, terlebih di suasana malam Lunar New Year seperti saat ini. Sekarang keduanya sudah berada di dalam kamar untuk bersiap tidur, setelah bercengkerama dengan keluarga.
“Maaf ya. Tadi keluargaku bahas masalah pernikahan lagi.” Jeongguk membuka obrolan saat ia, Charlotte—yang sudah terlelap—dan Jimin berada di dalam kamar.
Senyuman tipis dan anggukan kecil dari Jimin menjadi jawaban. “Udah biasa. Emang gak bisa menghindari pertanyaan itu. Gak usah minta maaf.” Jimin merespon sembari menarik selimut untuk menyelimuti tubuhnya, kemudian mulai berbaring di samping Charlotte.
Jeongguk tersenyum tipis, tengkuknya yang tak terasa gatal sama sekali mulai ia garuk lantaran suasananya canggung. Sebenarnya Jeongguk ingin sekali mengelus perut Jimin karena sejak pria Park itu mengandung anak kedua, ia belum pernah melakukannya. Namun ia tak punya nyali lebih untuk meminta izin pada Jimin.
“Justin?”
Panggilan Jimin membuat lamunan Jeongguk yang berperang batin menjadi buyar. “I-iya? Kenapa, Christ?” tanyanya.
“Aku dari tadi minta tolong kamu buat matiin lampu utama, tapi kamu diem aja.”
“Oh, maaf maaf. Aku gak denger.” Jeongguk beranjak untuk turun dari kasur, kemudian mematikan lampu utama kamar, menyisakan lampu tidur yang menyala.
“Aku tidur di luar aja biar kamu tidurnya nyenyak—”
“Maaf.”
“No worries. Kalo gitu aku keluar—”
“Maaf karena kamu harus tahu kehamilanku dari media.” Jimin akhirnya menurunkan egonya untuk meminta maaf perihal tak memberi tahu Jeongguk terlebih dahulu ketika ia dinyatakan hamil.
“Waktu itu aku malu sama kamu. Aku ngerasa canggung ngasih tahu kamu karena emang aku yang mulai duluan saat malam itu.” Jimin kembali melanjutkan ucapannya.
Jeongguk terdiam saat usai mendengar permintamaafan yang keluar dari belah bibir Jimin, namun senyum tipisnya mengembang. “Iya, aku maafin kok,” responnya.
“Tapi lain kali jangan kayak gitu lagi ya, Ji? Gimanapun juga aku ayahnya anak-anak. Aku berhak tahu keadaan mereka apalagi adek yang masih ada di dalam perut.”
Jimin memberikan anggukan untuk merespon perkataan Jeongguk. “Iya,” ucapnya singkat.
“Oke kalo gitu, aku kelu—”
“Kamu mau tidur di mana kalo gak di sini? Cuacanya dingin banget. Jangan aneh-aneh.” Jimin memotong perkataan Jeongguk untuk yang ke sekian kalinya.
“Gak apa-apa aku tidur di sini?”
“Gak apa-apa kok.”
“Oke.” Jeongguk kembali merangkak ke atas kasur secara perlahan agar tak mengusik tidur lelap putrinya yang memeluk Jimin.
“J-jimin?”
“Hm?”
“Boleh aku elus-elus perut kamu?” Jeongguk memilih memberanikan diri untuk mengutarakan keinginannya agar nanti ia bisa tidur nyenyak. “Aku pengen banget elus adek,” imbuhnya.
Jimin tak bersuara, alih-alih memosisikan tubuhnya untuk setengah berbaring dan menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Berikutnya, ia menepuk pelan perutnya, memberikan kode bagi Jeongguk untuk melakukan hal yang diinginkannya.
Senyuman Jeongguk melebar, akhirnya ia mendekat pada Jimin secara perlahan. Saat sudah dekat dengan posisi duduk, tangannya segera mengelus perut Jimin yang terlapisi sweater.
“Kata dokter, usianya baru enam minggu,” ucap Jimin, setengah tersenyum karena telapak tangan Jeongguk yang mengelus perutnya memberikan efek lebih hangat.
“Hm. I guess the baby is a boy.”
“Waktu aku hamil Charlotte, kamu nebak perempuan dan bener. Mungkin kali ini tebakanmu juga bener.”
“Kalo beneran cowok, aku kasih nama Charless. Nama Korea-nya Jeongmin.”
Kening Jeongguk mengernyit kala mendengar tawaan Jimin. “Kenapa ketawa? Apanya yang lucu?” tanyanya.
“Kamu tuh. Nama Korea anak kita masa tinggal dibalik-balik. Kakaknya Minjeong, adeknya Jeongmin. Kurang kreatif,” ucap Jimin diiringi kekehan.
“Gak apa-apa dong. ‘Kan emang anaknya Jimin dan Jeongguk, namanya diambil singkatan nama orang tuanya aja.”
“Iya deh. Terserah kamu aja.”
Senyuman Jeongguk kembali mengembang. Berikutnya, ia menundukkan kepala untuk berhadapan pada perut Jimin.
“Kamu kalo mau cium—” Jimin menghentikan perkataannya kala mendengar Jeongguk yang mulai membuka suara. Sebenarnya Jimin akan mengatakan agar Jeongguk menyibak sweaternya kala pria Jeon itu menundukkan kepala di depan perutnya. Ia berpikir bahwa Jeongguk akan mencium perutnya, ternyata dugaannya salah.
“Adek, baik-baik di dalam perut papi, ya. Kalo pagi, siang, dan sore boleh main-main sampe capek, tapi kalo malem harus berhenti mainnya karena papi harus istirahat. Pokoknya jangan bikin papi kesusahan ya, jangan rewel. Adek harus jadi anak baik. Daddy and papi loves you, adek.”
Jeongguk berucap panjang dengan nada berbisik tepat di depan perut Jimin yang belum terlalu buncit. Ia mengucapkan kata main dalam artian bayi yang suka menendang dan berpindah posisi saat di dalam.
Senyuman hangat terpatri di wajah Jimin. Ia memilih menyibakkan sweater yang dikenakannya hingga permukaan kulitnya terpampang. “Give him a kiss,” ucapnya pada Jeongguk.
Tanpa berbasa-basi, Jeongguk segera mengambil kesempatan emas yang diberikan Jimin untuknya. Ia menggerakkan bibirnya untuk memberikan kecupan kupu-kupu di perut Jimin. Sebelum menyudahi itu, ia memberikan satu kecupan yang lama dan hangat di perut Jimin.
“Thanks, Christian.”
“You are welcome, Justin.”
“Kamu pasti udah ngantuk banget karena dari tadi nguap terus.”
“Iya, aku udah ngantuk banget.”
“Hm oke kalo gitu. Have a nice dream and good night, Jimin.”
“You too. Good night, Jeongguk.”
Jimin segera membaringkan tubuhnya, sementara Jeongguk juga kembali di posisinya seperti semula. Mereka pun memejamkan mata untuk pergi ke alam mimpi dengan posisi sama-sama memeluk Charlotte yang ada di tengah.
“Jimin, aku harap momen kayak gini selalu ada di antara kita. Aku harap gak ada pertengkaran lagi di antara kita. Gak apa-apa kalo kamu gak mau nikah, asalkan biarin aku selalu di samping kamu,” batin Jeongguk sebelum ia benar-benar terlelap.
Bersambung...